AKIBAT
PENYAKIT WAHN
(CINTA DUNIA DAN TAKUT MATI)
Marilah kita sempurnakan hari kita, sempurnakan perjalanan
waktu kita sebagai seorang hamba dengan bersyukur kepada Allah atas segala
limpahan nikmat dan karunia-Nya. Betapa banyak nikmat yang diberikan oleh Allah
Ta’ala yang tidak mungkin kita bisa menghitungnya. Alloh SWT telah mengumpulkan
kita semua dalam majelis ilmu ini untuk mempelajari dan memahami Agama Alloh
SWT.Oleh sebab itu, marilah kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bersyukur dengan
senantiasa mengucapkan tahmid atas nikmat yang besar ini.
Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. 14 abad silam,
seorang lelaki yatim piatu dibesarkan oleh pamannya, dibebani oleh Allah sebuah
risalah agung, dan dengan cintanya yang sangat besar, kita yang duduk disini
dapat merasakan nikmat hidayah tersebut, dapat merasakan nikmat bimbingan dari
Allah Ta’ala atas perjuangan seorang lelaki yang demikian tulus mencintai kita.
Bahkan hingga akhir hayatnya, masih terucap dari bibirnya “ummati..ummati..”.
Semoga kita yang merasa menjadi umatnya pada hari ini, setidaknya membalas rasa
cinta beliau dengan senantiasa bershalawat mengucapkan,
اللهم صل على محمد وعلى أل محمد كما صلّيت على آل إبراهيم،
وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على آل إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد.
Dan tentunya lebih jauh daripada itu, tugas kita sebagai
pengikut Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah menghidupkan dan
menyebarkan sunnah-sunnahnya.
Betapa banyak perkembangan yang terjadi dewasa ini.
Namun, dari sekian banyak perkembangan tersebut hendaknya kita tidak lupa untuk
terus mencermati sebuah tekad luar biasa yang telah dicanangkan oleh para
ulama’ beberapa puluh tahun silam. Mereka menyebutkan bahwa abad ini adalah
abad kebangkitan umat. Disamping menumbuhkan semangat untuk membangkitkan umat
ini, tentunya baik juga bagi kita untuk merenungkan realitas umat hari ini.
Sembari kita melihat petuah atau tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam agar di dalam membangun umat ini, kita terhindar dari segala
marabahaya, kita dapat mengantisipasi bahaya-bahaya yang akan kita temui dalam
perjalanan. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu
maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى
الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ
قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ
السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ
مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
“Hampir terjadi keadaan yang mana ummat-ummat lain akan
mengerumuni kalian bagai orang-orang yang makan mengerumuni makanannya”. Salah
seorang sahabat bertanya; “Apakah karena sedikitnya kami ketika itu?” Nabi
menjawab, Bahkan, pada saat itu kalian banyak jumlahnya, tetapi kalian bagai
ghutsa’ (buih kotor yang terbawa air saat banjir). Dan pasti Allah akan
mencabut rasa segan yang ada di dalam dada-dada musuh kalian, kemudian Allah
campakkan kepada kalian rasa wahn”. Kata para sahabat, “Wahai Rasulullah, apa
Wahn itu? Beliau bersabda: “Cinta dunia dan takut mati”. (Shahih – HR.
Abu Daud, Kitab al-Malahim, Bab, Fi Tadaa’al Umam ‘Alal Islam)
Hadits di atas memaparkan berita Rasulullah mengenai
keadaan umat Islam di akhir zaman. Unsur-unsur kekuatan ummat Islam bukan pada
banyaknya jumlah dan kekuatannya, pasukan kavalerinya dan kesombongannya,
pasukan infantrinya dan para komandannya, tapi pada aqidahnya dan manhajnya.
Karena ummat ini adalah ummat tauhid dan pengusung panji-panji tauhid. Apakah
engkau tidak perhatikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas,
ketika menjawab pertanyaan salah seorang sahabatnya tentang jumlah, “Bahkan
kalian ketika itu banyak!”
Perang Hunain adalah contoh nyata bagi umat islam
disetiap masa.
“Dan hari Hunain ketika kalian merasa takjub dengan
jumlah kalian yang banyak, tapi itu tidak berguna bagi kalian sedikitpun”. (At
Taubah: 26)
Posisi ummat Islam tidak dipertimbangkan sedikitpun
diantara ummat-ummat dimuka bumi, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, “Akan tetapi kalian bagai buih, seperti buih banjir”.
Kalimat ini memberikan beberapa faedah;
1. Buih yang mengalir membawa banyak kotoran bersamanya.
Begitu juga ummat Islam, berjalan bersama kotoran ummat Kafir
2. Banjir membawa buih yang tidak bermanfaat bagi manusia.
Begitu juga ummat Islam, tidak melaksanakan perannya dihadapan ummat-ummat
lain, yaitu Amar Ma’ruf dan Nahyi Mungkar.
3. Buih akan segera sirna. Dan karena itu Allah akan
mengganti siapa yang berpaling dan mengokohkan kelompok yang bermanfaat bagi
manusia di muka bumi.
4. Buih yang dibawa banjir tercampur dengan kotoran tanah.
Begitu juga pemikiran mayoritas ummat Islam telah terkontaminasi dengan sampah
filsafat dan budaya yang rusak.
5. Buih yang dibawa oleh banjir tidak tahu akan berakhir
dimana karena dia berjalan bukan atas keinginannya. Dia seperti orang yang
menggali kuburnya dengan kukunya. Begitu juga ummat Islam, tidak tahu apa yang
sedang direncanakan musuh-musuhnya atas diri mereka. Ironisnya, mereka masih
saja membebek dan mengikuti mana yang lebih keras gaungnya.
Mari sesekali kita jalan-jalan di tepian lautan,
tengoklah disana banyak buih tersebar di tepi pantai. Namun ketika ombak
menyeretnya ke tengah lautan, maka buih tadi ikut ke tengah, dan ketika ombak
menyeretnya ke tepian, buih yang banyak tersebut ikut juga ke tepian. Mari kita
renungkan hadits ini, jangan-jangan apa yang disampaikan oleh Rasulullah adalah
kondisi kita pada hari ini. Sedikitkah umat islam hari ini? Tidak, jika kita
bandingkan dengan bayangan para sahabat pada hari itu. Sebuah penelitian di
Amerika menyatakan, andaikata pertumbuhan umat islam Amerika grafiknya
meningkat seperti hari ini, maka di tahun 2050 agama islam akan menjadi agama
mayoritas di sana. Sekali lagi, kita tidak bicara masalah jumlah, tapi tentang
problem kualitas keyakinan umat islam. Problem apa itu? Dan apa sebabnya?
Sebagaimana penjelasan beliau Shallallahu Alaihi Wasallam
di akhir hadits, problemnya adalah sikap umat Islam sendiri yang tidak lagi
berpegang teguh kepada jati diri Islam yang sejati, sebaliknya lebih cenderung
kepada sifat terlalu cinta dunia dan takut mati (al-Wahn).
Hadirin Rahimakumullahu
Ternyata, penyebab utama dari lemahnya kondisi masyarakat
mayoritas yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong dirinya adalah karena
di dalam tubuh masyarakat islam adalah tumbuhnya penyakit wahn (kecintaan
berlebihan terhadap dunia dan ketakutan terhadap kematian). Kenapa seorang
mukmin bisa takut dengan kematian?
Yang dimaksud dengan takut mati adalah bagi mereka yang
hidup dengan label muslim, akan tetapi hidupnya dipenuhi dengan dosa dan
kedurhakaan kepada Allah Ta’ala. Sehingga ketika kematian menghampiri, mereka
merasa takut untuk kembali kepada Allah. Dan apabila sifat ini ada pada diri
kita, maka jangan-jangan penyakit wahn telah menimpa kita. Disaat Allah
memberikan pilihan antara dunia dan akherat, lalu kita memilih dunia, kita
merasa belum siap, maka waspadalah barangkali penyakit wahn sudah mulai
menjalar di tengah kita.
Hadirin Rahimakumullahu..
Lalu apa akibat jika penyakit wahn menimpa kita? Diantara
akibat paling berbahaya yang ditimbulkan oleh penyakit wahn;
1. Hilangnya Komitmen Muslim Dengan Allah Dan Rasul-Nya
Seseorang mengatakan dirinya muslim, tetapi ia berfikir
sekuler, memisahkan kehidupan dunia dan kehidupan di akherat. Seorang bisa
menangis tersedu-sedu di dalam masjid karena mendengarkan ceramah, tapi ketika
bekerja di pasar, kantor, pabrik, birokrasi atau dimanapun, ia berubah menjadi
serigala, melupakan apa yang ditangisi. Kenapa? Karena tidak merasa bahwa apa
yang dilakukannya erat terkait dengan kehidupannya sehari-hari.
Masih ingatkah dengan ayat,
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ (العنكبوت: 45)
“…Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar”. (Al
Ankabut: 45)
Namun, pada masa ini kita tidak heran orang rajin shalat
tapi kemungkaran pun jalan. Seorang mulai berhitung dengan hitungan matematika,
kalau saya beramal maka saya akan diganjar sepuluh, kalau saya berdosa dibalas
satu. Kalau saya shalat 1 kali, cukup untuk menghapus dosa-dosa saya di kantor.
Adakah diantara kita yang berpikir seperti ini?? Inilah bahayanya jika penyakit
wahn telah menimpa kita.
Ketika lebih mencintai dunia dan menakuti kematian, maka
akibatnya adalah hati menjadi keras. enapa? Hukum-hukum Allah ditabrak saben
hari, makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak kita saring, pikiran dan ucapan
yang dikeluarkan tidak kita saring. Oleh sebab itu, lama kelamaan hati akan
menjadi keras. Dan pada saat itulah hidayah Allah yang diberikan sulit mencapai
hati kita.
Hilangnya komitmen muslim kepada Allah dan Rasul-Nya juga
akan menjauhkan dari petunjuk. Hari jum’at, masjid ramai dengan jama’ah, namun
bagaimana dengan hari-hari lainnya? Akhir pekan kajian penuh di mana-mana,
namun bagaimana dengan hari-hari lainnya?
2. Hilangnya Cita-Cita Luhur Di Dalam Jiwa
Cita-cita Rasulullah adalah agar islam ini lebih tinggi
daripada agama lainnya sudah kita acuhkan. Kita menggantinya dengan target
material, pragmatis yang membuat lalai dengan pemahaman dan arti sukses yang
sesungguhnya. Apa arti sukses yang sebenarnya? Sederhana, jika diantara kita
bisa menjamin dirinya, bahwa segala kesalahannya dihapuskan, dihindarkan dari
api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka dialah orang sukses. Persoalan
terbesar adalah tidak ada seorangpun yang sanggup menjamin hal ini. oleh sebab
itu, prioritas dalam kehidupan ini juga harus kita kaji ulang, jangan sampai
salah menempatkan prioritas.
Manusia sibuk dengan syahwat mulut, perut dan apa yang
ada di atas lutut. Umat islam juga menerima islam secara parsial. Mereka tidak
sanggup menerima islam secara utuh. Mereka hanya menerima islam sejauh islam
memberikan manfaat kepadanya. Menerima islam sejauh itu nikmat, tidak menimbulkan
rasa takut dan kecewa bagi mereka. Padahal islam adalah agama kasih sayang dan
agama yang sempurna, tetapi jangan lupa, islam juga adalah pedang. Rasulullah
adalah orang yang sangat penyayang, tapi Beliau juga berperang. Dan kalau sudah
berperang tidak ada kata lain selain dibunuh atau membunuh. Siapkah kita dengan
itu? Masihkah kita mengatakan bahwa kita akan masuk surga? Bahkan Allah Ta’ala
mengingatkan kita,
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا
يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاء
وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ
مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ (البقرة: 214)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga,
padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan
orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al Baqarah:
214)
Hadirin jama’ah jum’at Rahimakumullahu
Inilah sebuah penyakit umat yang ditengarai oleh
Rasulullah akan muncul di akhir zaman kelak. Dan yang kita khawatirkan
kemunculannya adalah pada masa ini. Sebab itu, mari kita mewaspadai terhadap
munculnya penyakit wahn ini. Dan jika penyakit tersebut menjangkiti kita, saya
khawatir kita termasuk umat yang akan digantikan Allah Ta’ala dengan yang
lainnya.
Menyikapi bahaya yang ada di depan mata ini, marilah kita
selalu tingkatkan iman dan takwa kita, mari lindungi anak, istri, keluarga dan
siapa saja yang dekat dengan kita dari bahaya penyakit ini. Karena bila
penyakit ini sudah menimpa, berat rasanya bagi kita untuk menyelamatkannya.
Sebab itu, kita yang hadir dalam masjid ini, mari pelajari kembali tentang
hakekat penyakit ini. Mari kita hadiri kajian-kajian yang membahas penyakit ini
agar kita bisa mewaspadainya dan mendeteksi sedini mungkin. Sehingga dengan demikian,
kita bisa bekerja membangun umat ini ke arah peradaban yang lebih baik. Karena
sesungguhnya pada hari ini kita berada dalam kondisi yang sama sekali tidak
menguntungkan, kondisi yang sangat terjajah baik secara kepribadian maupun
pemikiran. Betapa banyak anak-anak yang kita didik dengan agama, akan tetapi
diluar sana begitu banyak budaya yang menjajah otak dan dengan kepribadian
anak-anak kita. Sehingga kepribadian, perilaku dan pemikiran mereka berubah
menjauh dari islam. Dan ujung-ujungnya kita terjajah baik secara lahir maupun
batin.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah mengingatkan
bahwasanya umatnya akan mengikuti jejak-jejak umat sebelum mereka.
عنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ
تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ
فَمَنْ
Dari Abu Sa‘id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti jejak
umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehingga kalau mereka masuk
ke dalam lubang kadal, niscaya kalianpun akan masuk ke dalamnya.” Mereka (para
sahabat) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah kaum Yahudi dan Nashrani?’
Sabda beliau: Siapa lagi kalau bukan mereka?! (HR. Bukhari dan
Muslim)
Sulit bagi kita di tempat umum atau terbuka mengucapkan
salam, karena kita merasa sulit membedakan siapakah yang muslim dan non muslim.
Inilah kondisi umat hari ini. Kita semua harus bangkit untuk mencegah agar
kebangkitan umat ini yang sedang maju tidak turun kembali. Bandul kebangkitan
umat ini harus kita tegakkan kembali, kita panggul bersama. Tidak mungkin hanya
para ustadz dan da’I saja yang memanggulnya. Karena tanpa itu, kita semua tidak
bisa berbuat apa-apa. Dan kelak, kita semua berdiri dihadapan Allah untuk
bertanggung jawab terhadap amalan masing-masing. Rasulullah telah mewariskan
agama ini dan ini merupakan tanggung jawab terbesar bagi kita. Dan kitalah yang
harus menjaga dan menegakkannya.
Semua tentu takut menghadapi kematian. Apalagi kita yakin bekal kita masih
kurang untuk menghadapinya. Namun ada rasa takut akan kematian yang tercela dan
ada pula yang tidak tercela. Yang tercela bila rasa takut tersebut didasari
akan cinta yang berlebihan pada dunia sehingga melupakan akhirat.
Hadits “Suka Berjumpa dengan Allah”
Dalam hadits dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ
اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ ». فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ أَكَرَاهِيَةُ
الْمَوْتِ فَكُلُّنَا نَكْرَهُ الْمَوْتَ فَقَالَ « لَيْسَ كَذَلِكِ وَلَكِنَّ
الْمُؤْمِنَ إِذَا بُشِّرَ بِرَحْمَةِ اللَّهِ وَرِضْوَانِهِ وَجَنَّتِهِ أَحَبَّ
لِقَاءَ اللَّهِ فَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا بُشِّرَ
بِعَذَابِ اللَّهِ وَسَخَطِهِ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ وَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
»
“Barangsiapa suka
berjumpa dengan Allah, Allah juga mencintai perjumpaan dengannya. Sebaliknya
barangsiapa membenci perjumpaan dengan Allah, Allah juga membenci perjumpaan
dengannya.” Kontan ‘Aisyah berkata, “Apakah yang dimaksud benci akan kematian, wahai Nabi
Allah? Tentu kami semua takut akan kematian.” Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
lantas bersabda, “Bukan
begitu maksudnya. Namun maksud yang benar, seorang mukmin jika diberi kabar
gembira dengan rahmat, keridhoan serta surga-Nya, ia suka bertemu Allah, maka
Allah pun suka berjumpa dengan-Nya. Sedangkan orang kafir, jika diberi kabar
dengan siksa dan murka Allah, ia pun khawatir berjumpa dengan Allah, lantas
Allah pun tidak suka berjumpa dengan-Nya.” (HR. Muslim no. 2685).
Para ulama menggolongkan takut akan kematian menjadi dua macam:
1- Takut yang tidak tercela, yaitu takut mati yang sifatnya tabi’at yang
setiap orang memilikinya.
2- Takut yang tercela, yaitu takut mati yang menunjukkan tanda lemahnya
iman. Takut seperti ini muncul karena terlalu cinta pada dunia dan
tertipu dengan gemerlapnya dunia sehingga banyak
memuaskan diri dengan kelezatan dan kesenangan tersebut. Inilah yang disebutkan
dalam hadits dengan penyakit wahn,
yaitu cinta dunia dan takut mati.
Hadits tentang penyakit wahn,
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُوشِكُ
الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا
». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ
يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ
اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ
فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ
قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».
Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan
sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul
menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai
Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan
kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh
air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan
menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu
’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu
Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278, shahih kata Syaikh Al Albani. Lihat penjelasan hadits ini
dalam ‘Aunul Ma’bud).
Cinta dunia dan takut mati di sini adalah dua hal yang saling melazimkan.
Itu berarti jika seseorang tertipu dan terlalu cinta pada dunia, maka ia pun
begitu khawatir pada kematian. Lihat pembahasan dalam ‘Aunul Ma’bud. Inilah yang
membuat rasa takut terhadap kematian itu tercela.
Baca artikel “Sebab Lemahnya Kaum Muslimin“.
Mengingat Mati
Namun mengingat mati sebenarnya suatu yang dituntut pada setiap orang. Dari
Abu Hurairah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat
pemutus kelezatan” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no. 2307 dan
Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits ini hasan shahih menurut Syaikh Al
Albani). Yang dimaksud adalah kematian. Kematian disebut haadzim (pemutus) karena
ia menjadi pemutus kelezatan dunia.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى
الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ
قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ :
« أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا
أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai
Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling
baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali
bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang
paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang
paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al
Albani).
Kita juga dapat mengambil pelajaran dari ayat,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ
عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk:
2). Dalam Tafsir Al Qurthubi
disebutkan bahwa As Sudi berkata mengenai ayat ini, yang dimaksud orang yang
paling baik amalnya adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang
yang paling baik persiapannya menjelang kematian. Ia pun amat khawatir
menghadapinya.
Faedah Mengingat Mati
1- Mengingat kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan
mengingatnya saja seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang
diperintahkan oleh suri tauladan kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2- Mengingat kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن
يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ
يعتذرُ منه
“Ingatlah kematian dalam
shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya, maka ia akan
memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak menyangka
bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya. Hati-hatilah
dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya) (karena tidak
bisa memenuhinya).” (HR. Ad Dailami dalam musnad Al Firdaus. Hadits
ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)
3- Mengingat kematian menjadikan seseorang semakin
mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah. Karena barangsiapa mengetahui
bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika
tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak padahal ia akan ditanya tentang amalnya
didunia, maka ia pasti akan mempersiapkan jawaban.
4- Mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه
عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه
“Perbanyaklah banyak
mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang mengingatnya
saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika seseorang
mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu dengan dunia
(sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi,
dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).
5- Mengingat kematian membuat kita tidak berlaku
zholim. Allah Ta’ala
berfirman,
أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ
“Tidaklah orang-orang
itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.” (QS.
Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang berlaku zholim
dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka tahu bahwa besok ada
hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu, tentu mereka tidak akan berbuat
zholim seperti itu.
Lihat selengkapnya mengenai Faedah Mengingat Mati.
Nasehat Imam Ad Daqoq
Imam Qurthubi menyebutkan dalam At Tadzkiroh mengenai perkataan Ad Daqoq mengenai keutamaan
seseorang yang banyak mengingat mati:
1- menyegerakan taubat
2- hati yang qona’ah (selalu merasa cukup)
3- semangat dalam ibadah
Sedangkan kebalikannya adalah orang yang melupakan kematian, maka ia
terkena hukuman:
1- menunda-nunda taubat
2- tidak mau ridho dan merasa cukup terhadap apa yang Allah beri
3- bermalas-malasan dalam ibadah.
Semoga Allah menghindarkan kita dari penyakit cinta dunia dan takut mati.
يوشك أن تداعى عليكم الأمم من كل أفق
كما تداعى الأكلة إلى قصعتها. قيل يا رسول الله أمن قلة يومئذ ؟ قال لا ولكنكم
غثاء كغثاء السيل يجعل الوهن في قلوبكم و ينزع الرعب من قلوب عدوكم لحبكم الدنيا
وكراهيتكم الموت). رواه أبو داود و احمد وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير
2/1359 ح 8183 و سلسلة الأحاديث الصحيحة ح 956.
Rasulullah bersabda, “Nyaris
orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang
yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena
sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak
sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut
musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit
wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan
takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud No. 3745)
Zaman terus bergulir menghampiri penghabisannya. Hadits-hadits nabi tentang
datangnya akhir dari alam semesta semakin terpenuhi. Kita telah melihat bahwa
ummat ini semakin mengikuti tingkah laku yahudi dan nashara.
Bukan hanya di mal-mal, bahkan di pasar-pasar tradisional, kita dapat
melihat betapa ummat ini telah melangkah meninggalkan millah Islam dan terus
saja mengikuti jejak yahudi dan nashara, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi
sehasta, hingga ke lubang biawak pun mereka ikuti.
Ummat telah banyak yang melupakan Allah. Mereka terjebak dalam kenikmatan
duniawi yang sementara. Mereka berbuat semaunya seolah surga dan neraka itu tak
ada. Telah banyak diantara kita yang meninggalkan shalat fardhu sebagai tanda
tak rindunya kita dengan Allah. Kalau pun kita shalat, kita shalat tanpa tahu
ilmunya dengan baik dan benar. Kalau pun tahu ilmunya, hati dan fikirannya
belum bisa benar dalam mendirikan sholat. Tetapi yang sangat perlu diperhatikan
adalah mereka yang telah meninggalkan shalat fardhu. Apakah mereka tidak rindu
untuk berjumpa dengan Allah?
Dari meninggalkan shalat itulah, ummat menjadi insan-insan yang mudah terjatuh
kepada perbuatan keji dan mungkar. Narkoba dan minuman keras yang dulunya hanya
diminum oleh orang-orang kafir, sekarang juga telah diminum oleh muslimin
dengan penuh kebanggaan. Pembukaan aurat yang dulunya hanya dilakukan
wanita-wanita kafir, kini juga dilakukan oleh muslimah dari yang muda hingga
yang tua. Bahkan perzinahan di kalangan remaja pun menjangkiti para remaja
muslim. Jika tahun baru dan valentine day tiba, hampir-hampir di muka bumi ini
tidak tersisa lagi dari golongan Muhammad Rasulullah, kecuali sebagian kecil
remaja yang meramaikan Masjid-Masjid dengan lafazh ‘Ya Allahu ya Allah’ untuk
meredam musibah yang mungkin timbul akibat perbuatan sebagian besar ummat
manusia yang terlena dalam kenikmatan duniawi di malam-malam tersebut.
Sebagian ummat Islam telah terjangkit dengan penyakit ‘hubbud dunya’,
terlalu mencintai kehidupan duniawi. Mereka begitu bernafsu terhadap kehidupan
dunia ini sehingga mereka lupa akan kematian, dan mereka tidak mau mengingat
kematian, serta sangat takut terhadap mati. Mereka takut mati, selain karena
amal mereka, juga lebih-lebih dikarenakan mereka tidak mau meninggalkan dunia
yang sangat mereka cintai ini. Mereka mencintai dunia ini hingga malas beramal
yang mendekatkan diri mereka kepada Allah. Mereka mencintai dunia ini hingga
melupakan Allah, tidak merindukan-Nya, tidak pula mengharapkan pertemuan dengan-Nya.
Kasihan, walau mereka sangat mencintai dunia ini, tetapi tetap saja, mereka
pasti menemui kematian.
Jika mereka memang rindu untuk berjumpa dengan Allah, tentu mereka beramal
shalih dengan penuh keikhlasan dengan mengharapkan keridhoan dari Allah. Tentu
mereka berusaha untuk menyenangkan Allah dan melayani-Nya sebagaimana mestinya
seorang hamba. Tetapi kebanyakan kita telah menjadi hamba dari nafsu kita
sendiri dan terus melayani nafsu sebagai tuannya. Dan nafsunya begitu cinta
terhadap kehidupan duniawi.
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.”
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)
Inilah potret generasi kita, dimana ummat semakin terjangkit penyakit Al-Wahn,
yaitu cinta dunia dan takut mati.
Kemaksiatan, pada saat sekarang ini sudah menjadi pemandangan yang lazim di
mana-mana. Lantas apakah kita akan berdiam diri melihat umat yang semakin hari
semakin jauh dari tuntunan Allah dan Rasulnya? Saat ini Umat Islam diuji,
sejauh mana mereka peduli kepada sesama manusia, terlebih kepada sesama Muslim,
maka sejauh itu pula pertolongan Allah SWT akan datang kepadanya. Jika
sebaliknya, maka umat Islam justru akan merasakan berbagai musibah dan bencana.
”Hendaklah kamu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jika
tidak, maka Allah SWT akan menguasakan atasmu orang-orang paling jahat di
antara kamu, kemudian orang-orang yang baik di antara kamu berdoa dan tidak
dikabulkan (doa mereka).” (HR Abu Dzar).
Inilah hakikat makna yang sesungguhnya dari pertalian persaudaraan sesama
Muslim. Yakni, adanya rasa sedih bila melihat saudaranya belum mau menaati
perintah Allah SWT, ada kerisauan yang mendalam akan kemurkaan Allah SWT kepada
mereka.
”Tidaklah seseorang melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan ia berada
dalam suatu kaum, namun kaum itu tidak mencegahnya walaupun mereka mampu,
melainkan Allah SWT akan menimpakan bencana yang pedih ke atas kaum itu sebelum
mereka mati.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).
Maka sudah jelas bagi kita, inilah sumber berbagai musibah, bencana, dan
malapetaka yang berturut-turut datang silih berganti di negeri ini. Yaitu,
kelalaian kita yang terus-menerus justru berkubang dalam sikap egois, membangun
ketidakpedulian kepada saudara-saudara kita yang masih berani menentang
perintah Allah SWT. Perhatikan perumpamaan Rasulullah saww berikut :
مَثَلُ القَائِمِ في حُدُودِ اللهِ
وَالوَاقعِ فِيهَا ، كَمَثَلِ قَومٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصابَ
بَعْضُهم أعْلاهَا ، وبعضُهم أَسْفلَهَا ، فكان الذي في أَسفلها إذا استَقَوْا من
الماء مَرُّوا على مَنْ فَوقَهمْ ، فقالوا : لو أنا خَرَقْنا في نَصِيبِنَا خَرقا
ولَمْ نُؤذِ مَنْ فَوقَنا ؟ فإن تَرَكُوهُمْ وما أَرَادوا هَلَكوا وهلكوا جَميعا ،
وإنْ أخذُوا على أيديِهِمْ نَجَوْا ونَجَوْا جَميعا
“Perumpamaan orang yang teguh dalam
menjalankan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya adalah
seperti sekolompok orang yang sedang membagi tempat di dalam sebuah kapal, ada
yang mendapatkan tempat di atas, dan ada yang memperoleh tempat di bawah.
Sedang yang di bawah jika mereka membutuhkan air minum, maka mereka harus naik
ke atas, maka mereka akan mengatakan: “Lebih baik kami melobangi tempat di
bagian kami ini, supaya tidak mengganggu kawan-kawan kami di atas. Rasulullah
shallallahu’alaihi wa alihi wasallam berkata, Maka jika mereka yang di atas
membiarkan mereka, pasti binasalah semua orang yang ada di dalam perahu
tersebut, namun apabila mereka mencegahnya semuanya akan selamat”
Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar diberi kekuatan untuk
membedakan antara yang hak dan yang batil, yang ma’ruf dan yang mungkar,
kemudian kita bersama-sama menegakkan yang ma’ruf dan memberantas segala bentuk
kemungkaran dan kebatilan.
اَلْحَمْدُ ِللهِ اَّلذِي
جَعَلَ الدُّنْيَا دَارَ اْلمَمَرِّ , وَاْلآخِرَةِ دَارَ اْلمَقَرِّ وَ
الصَّلاَةُ وَ سَلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
الرَّابِطُ عَلَى بَطْنِهِ مِنْ شِدَّةِ اْلجُوْعِ اَلْحَجَرَ , وَ عَلىَ آلِهِ
الأطْهَارَ وَ صَحْبِهِ الأخيار . اَمَّا بَعْدُ
semoga ALLAH melimpahkan rahmatNya, di antara penyakit hati yang juga
membinasakan adalah mencintai dunia yang fana ini dengan sangat dan senantiasa
mengejar pangkat dan kedudukan serta cenderung kepadanya.
ALLAH SWT mengancam orang-orang semacam itu dalam firmanNya,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا
وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ . أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي
الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang menginginkan kepada dunia dan perhiasannya, Kami akan
berikan balasan secukup perbuatannya di dunia, dan mereka tidak akan dirugikan.
Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan di akhirat kelak melainkan
balasan api neraka, dan disana tiada berguna segala apa yang mereka usahakan
dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan
dahulu.” (QS. Hud: 15-16)
Pengertian dunia adalah segala sesuatu yang ada di atas muka bumi ini yang
membuat nafsu syahwat menjadi tertarik atau cenderung kepadanya.
ayat diatas jangan dipahami dengan pemahaman yang sempit dan jangan
diartikan dilarang mencari harta. Mencari harta boleh-boleh saja karena orang
hidup ini membutuhkan sarana, yaitu pangan dan papan. Itu adalah sarana hidup
yang mesti kita penuhi. Tanpa harta semua itu tidak mungkin kita miliki. Yang
dicela oleh agama adalah orang yang mencintainya, karena cinta itu membutakan.
Seorang laki-laki yang terlalu mencintai seorang wanita, apapun akan ia
lakukan untuk mendapatkannya dan akan menerjang apa saja yang merintanginya.
Demikian juga halnya dengan dunia. Dunia ini kalau boleh kita ibaratkan seperti
wanita cantik yang bersolek dan berpakaian seksi di hadapan kita. Kalau saat
itu kita tidak memiliki iman yang kuat, niscaya kita akan terjerumus di dalam
dosa dan bahaya.
Dalam surat Al-Hadid 20, ALLAH SWT berfirman,
اعْلَمُوا أَنَّمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ
وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ
“Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau,
perhiasan dan bermegah-megah antara sesama kalian, serta berlomba-lomba
memperbanyak kekayaan dan anak-anak.” (QS. Al-Hadid: 20)
Dan ayat ini diakhiri oleh ALLAH dengan firmanNya,
وَمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Dan kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan yang menipu daya.”
seorang anak bisa durhaka kepada ALLAH dan durhaka kepada orangtua,
dikarenakan harta. Karena harta pula seseorang bisa bermusuhan dengan saudara
kandungnya. Bahkan KKN, penindasan, perampokan, pembunuhan yang saat ini
meresahkan bangsa kita , itu semua disebabkan oleh kecintaan kepada dunia.
Rasulullah SAW bersabda,
حُبُّ الدُّنْيَا رَأسُ
كُلِّ خَطِيْئَةٍ
“Mencintai dunia itu adalah puncak segala kecelakaan (kehancuran).”
ALLAH SWT berfirman dalam surat An-Nazi’at 37-39,
فَأَمَّا مَنْ طَغَى .
وَءَاثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى
“Adapun orang-orang yang melanggar batas dan dia memilih kehidupan dunia
itu, maka neraka jahimlah tempat tinggalnya.” (QS. An-Nazi’at: 37-39)
Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ أصْبَحَ هَمُّهُ
الدُّنْيَا شَتَّتَ اللهُ عَلَيْهِ أمْرُ , وَ فَرَّقَ عَلَيْهِ ضَيْعَنُهُ ,
وَجَمَلَ فَقْرُهُ بَيْنَ عَيْنَيْه , وَ لَمْ يَأتِهِ مَنْ الدُّنْيَا إلاَّ مَا
كُتِبَ لَهُ
“Siapa yang bangun di pagi hari, sedang pikirannya disibukkan oleh harta
benda semata, niscaya ALLAH akan mengkocar-kacirkan urusannya,
mengoyak-ngoyakkan cita-citanya, menampakkan kemiskinan di depan matanya,
sedangkan dunia yang dikejarnya tidak akan datang melainkan apa yang telah
ALLAH catatkan baginya.”
Saudaraku, sekali lagi kami sampaikan bahwa Islam tidak melarang kita
mencari harta selama dalam pencariannya tidak membuat kita melanggar
ketentuan-ketentuan ALLAH dan tidak menjauhkan kita dari sunnah Rasulullah.
Rasul berpesan kepada umatnya,
“Berbuatlah untuk kehidupan duniamu seakan engkau hidup selamanya, dan
berbuatlah untuk akhiratmu seakan engkau mati esok.”
Semoga ALLAH melindungi kita. Amin…