Senin, 25 Januari 2016

 

AKIBAT PENYAKIT WAHN
(CINTA DUNIA DAN TAKUT MATI)
Marilah kita sempurnakan hari kita, sempurnakan perjalanan waktu kita sebagai seorang hamba dengan bersyukur kepada Allah atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya. Betapa banyak nikmat yang diberikan oleh Allah Ta’ala yang tidak mungkin kita bisa menghitungnya. Alloh SWT telah mengumpulkan kita semua dalam majelis ilmu ini untuk mempelajari dan memahami Agama Alloh SWT.Oleh sebab itu, marilah kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bersyukur dengan senantiasa mengucapkan tahmid atas nikmat yang besar ini.

Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. 14 abad silam, seorang lelaki yatim piatu dibesarkan oleh pamannya, dibebani oleh Allah sebuah risalah agung, dan dengan cintanya yang sangat besar, kita yang duduk disini dapat merasakan nikmat hidayah tersebut, dapat merasakan nikmat bimbingan dari Allah Ta’ala atas perjuangan seorang lelaki yang demikian tulus mencintai kita. Bahkan hingga akhir hayatnya, masih terucap dari bibirnya “ummati..ummati..”. Semoga kita yang merasa menjadi umatnya pada hari ini, setidaknya membalas rasa cinta beliau dengan senantiasa bershalawat mengucapkan,

اللهم صل على محمد وعلى أل محمد كما صلّيت على آل إبراهيم، وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على آل إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد.

Dan tentunya lebih jauh daripada itu, tugas kita sebagai pengikut Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah menghidupkan dan menyebarkan sunnah-sunnahnya.

Betapa banyak perkembangan yang terjadi dewasa ini. Namun, dari sekian banyak perkembangan tersebut hendaknya kita tidak lupa untuk terus mencermati sebuah tekad luar biasa yang telah dicanangkan oleh para ulama’ beberapa puluh tahun silam. Mereka menyebutkan bahwa abad ini adalah abad kebangkitan umat. Disamping menumbuhkan semangat untuk membangkitkan umat ini, tentunya baik juga bagi kita untuk merenungkan realitas umat hari ini. Sembari kita melihat petuah atau tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam agar di dalam membangun umat ini, kita terhindar dari segala marabahaya, kita dapat mengantisipasi bahaya-bahaya yang akan kita temui dalam perjalanan. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

“Hampir terjadi keadaan yang mana ummat-ummat lain akan mengerumuni kalian bagai orang-orang yang makan mengerumuni makanannya”. Salah seorang sahabat bertanya; “Apakah karena sedikitnya kami ketika itu?” Nabi menjawab, Bahkan, pada saat itu kalian banyak jumlahnya, tetapi kalian bagai ghutsa’ (buih kotor yang terbawa air saat banjir). Dan pasti Allah akan mencabut rasa segan yang ada di dalam dada-dada musuh kalian, kemudian Allah campakkan kepada kalian rasa wahn”. Kata para sahabat, “Wahai Rasulullah, apa Wahn itu? Beliau bersabda: “Cinta dunia dan takut mati”. (Shahih – HR. Abu Daud, Kitab al-Malahim, Bab, Fi Tadaa’al Umam ‘Alal Islam)

Hadits di atas memaparkan berita Rasulullah mengenai keadaan umat Islam di akhir zaman. Unsur-unsur kekuatan ummat Islam bukan pada banyaknya jumlah dan kekuatannya, pasukan kavalerinya dan kesombongannya, pasukan infantrinya dan para komandannya, tapi pada aqidahnya dan manhajnya. Karena ummat ini adalah ummat tauhid dan pengusung panji-panji tauhid. Apakah engkau tidak perhatikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, ketika menjawab pertanyaan salah seorang sahabatnya tentang jumlah, “Bahkan kalian ketika itu banyak!”

Perang Hunain adalah contoh nyata bagi umat islam disetiap masa.

“Dan hari Hunain ketika kalian merasa takjub dengan jumlah kalian yang banyak, tapi itu tidak berguna bagi kalian sedikitpun”. (At Taubah: 26)

Posisi ummat Islam tidak dipertimbangkan sedikitpun diantara ummat-ummat dimuka bumi, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Akan tetapi kalian bagai buih, seperti buih banjir”.

Kalimat ini memberikan beberapa faedah;

1.     Buih yang mengalir membawa banyak kotoran bersamanya. Begitu juga ummat Islam, berjalan bersama kotoran ummat Kafir

2.     Banjir membawa buih yang tidak bermanfaat bagi manusia. Begitu juga ummat Islam, tidak melaksanakan perannya dihadapan ummat-ummat lain, yaitu Amar Ma’ruf dan Nahyi Mungkar.

3.     Buih akan segera sirna. Dan karena itu Allah akan mengganti siapa yang berpaling dan mengokohkan kelompok yang bermanfaat bagi manusia di muka bumi.

4.     Buih yang dibawa banjir tercampur dengan kotoran tanah. Begitu juga pemikiran mayoritas ummat Islam telah terkontaminasi dengan sampah filsafat dan budaya yang rusak.

5.     Buih yang dibawa oleh banjir tidak tahu akan berakhir dimana karena dia berjalan bukan atas keinginannya. Dia seperti orang yang menggali kuburnya dengan kukunya. Begitu juga ummat Islam, tidak tahu apa yang sedang direncanakan musuh-musuhnya atas diri mereka. Ironisnya, mereka masih saja membebek dan mengikuti mana yang lebih keras gaungnya.

Mari sesekali kita jalan-jalan di tepian lautan, tengoklah disana banyak buih tersebar di tepi pantai. Namun ketika ombak menyeretnya ke tengah lautan, maka buih tadi ikut ke tengah, dan ketika ombak menyeretnya ke tepian, buih yang banyak tersebut ikut juga ke tepian. Mari kita renungkan hadits ini, jangan-jangan apa yang disampaikan oleh Rasulullah adalah kondisi kita pada hari ini. Sedikitkah umat islam hari ini? Tidak, jika kita bandingkan dengan bayangan para sahabat pada hari itu. Sebuah penelitian di Amerika menyatakan, andaikata pertumbuhan umat islam Amerika grafiknya meningkat seperti hari ini, maka di tahun 2050 agama islam akan menjadi agama mayoritas di sana. Sekali lagi, kita tidak bicara masalah jumlah, tapi tentang problem kualitas keyakinan umat islam. Problem apa itu? Dan apa sebabnya?

Sebagaimana penjelasan beliau Shallallahu Alaihi Wasallam di akhir hadits, problemnya adalah sikap umat Islam sendiri yang tidak lagi berpegang teguh kepada jati diri Islam yang sejati, sebaliknya lebih cenderung kepada sifat terlalu cinta dunia dan takut mati (al-Wahn).

Hadirin Rahimakumullahu

Ternyata, penyebab utama dari lemahnya kondisi masyarakat mayoritas yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong dirinya adalah karena di dalam tubuh masyarakat islam adalah tumbuhnya penyakit wahn (kecintaan berlebihan terhadap dunia dan ketakutan terhadap kematian). Kenapa seorang mukmin bisa takut dengan kematian?

Yang dimaksud dengan takut mati adalah bagi mereka yang hidup dengan label muslim, akan tetapi hidupnya dipenuhi dengan dosa dan kedurhakaan kepada Allah Ta’ala. Sehingga ketika kematian menghampiri, mereka merasa takut untuk kembali kepada Allah. Dan apabila sifat ini ada pada diri kita, maka jangan-jangan penyakit wahn telah menimpa kita. Disaat Allah memberikan pilihan antara dunia dan akherat, lalu kita memilih dunia, kita merasa belum siap, maka waspadalah barangkali penyakit wahn sudah mulai menjalar di tengah kita.

Hadirin Rahimakumullahu..

Lalu apa akibat jika penyakit wahn menimpa kita? Diantara akibat paling berbahaya yang ditimbulkan oleh penyakit wahn;

1. Hilangnya Komitmen Muslim Dengan Allah Dan Rasul-Nya

Seseorang mengatakan dirinya muslim, tetapi ia berfikir sekuler, memisahkan kehidupan dunia dan kehidupan di akherat. Seorang bisa menangis tersedu-sedu di dalam masjid karena mendengarkan ceramah, tapi ketika bekerja di pasar, kantor, pabrik, birokrasi atau dimanapun, ia berubah menjadi serigala, melupakan apa yang ditangisi. Kenapa? Karena tidak merasa bahwa apa yang dilakukannya erat terkait dengan kehidupannya sehari-hari.

Masih ingatkah dengan ayat,

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ (العنكبوت: 45)

“…Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar”. (Al Ankabut: 45)

Namun, pada masa ini kita tidak heran orang rajin shalat tapi kemungkaran pun jalan. Seorang mulai berhitung dengan hitungan matematika, kalau saya beramal maka saya akan diganjar sepuluh, kalau saya berdosa dibalas satu. Kalau saya shalat 1 kali, cukup untuk menghapus dosa-dosa saya di kantor. Adakah diantara kita yang berpikir seperti ini?? Inilah bahayanya jika penyakit wahn telah menimpa kita.

Ketika lebih mencintai dunia dan menakuti kematian, maka akibatnya adalah hati menjadi keras. enapa? Hukum-hukum Allah ditabrak saben hari, makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak kita saring, pikiran dan ucapan yang dikeluarkan tidak kita saring. Oleh sebab itu, lama kelamaan hati akan menjadi keras. Dan pada saat itulah hidayah Allah yang diberikan sulit mencapai hati kita.

Hilangnya komitmen muslim kepada Allah dan Rasul-Nya juga akan menjauhkan dari petunjuk. Hari jum’at, masjid ramai dengan jama’ah, namun bagaimana dengan hari-hari lainnya? Akhir pekan kajian penuh di mana-mana, namun bagaimana dengan hari-hari lainnya?

2. Hilangnya Cita-Cita Luhur Di Dalam Jiwa

Cita-cita Rasulullah adalah agar islam ini lebih tinggi daripada agama lainnya sudah kita acuhkan. Kita menggantinya dengan target material, pragmatis yang membuat lalai dengan pemahaman dan arti sukses yang sesungguhnya. Apa arti sukses yang sebenarnya? Sederhana, jika diantara kita bisa menjamin dirinya, bahwa segala kesalahannya dihapuskan, dihindarkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka dialah orang sukses. Persoalan terbesar adalah tidak ada seorangpun yang sanggup menjamin hal ini. oleh sebab itu, prioritas dalam kehidupan ini juga harus kita kaji ulang, jangan sampai salah menempatkan prioritas.

Manusia sibuk dengan syahwat mulut, perut dan apa yang ada di atas lutut. Umat islam juga menerima islam secara parsial. Mereka tidak sanggup menerima islam secara utuh. Mereka hanya menerima islam sejauh islam memberikan manfaat kepadanya. Menerima islam sejauh itu nikmat, tidak menimbulkan rasa takut dan kecewa bagi mereka. Padahal islam adalah agama kasih sayang dan agama yang sempurna, tetapi jangan lupa, islam juga adalah pedang. Rasulullah adalah orang yang sangat penyayang, tapi Beliau juga berperang. Dan kalau sudah berperang tidak ada kata lain selain dibunuh atau membunuh. Siapkah kita dengan itu? Masihkah kita mengatakan bahwa kita akan masuk surga? Bahkan Allah Ta’ala mengingatkan kita,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ (البقرة: 214)

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al Baqarah: 214)

Hadirin jama’ah jum’at Rahimakumullahu

Inilah sebuah penyakit umat yang ditengarai oleh Rasulullah akan muncul di akhir zaman kelak. Dan yang kita khawatirkan kemunculannya adalah pada masa ini. Sebab itu, mari kita mewaspadai terhadap munculnya penyakit wahn ini. Dan jika penyakit tersebut menjangkiti kita, saya khawatir kita termasuk umat yang akan digantikan Allah Ta’ala dengan yang lainnya.

Menyikapi bahaya yang ada di depan mata ini, marilah kita selalu tingkatkan iman dan takwa kita, mari lindungi anak, istri, keluarga dan siapa saja yang dekat dengan kita dari bahaya penyakit ini. Karena bila penyakit ini sudah menimpa, berat rasanya bagi kita untuk menyelamatkannya. Sebab itu, kita yang hadir dalam masjid ini, mari pelajari kembali tentang hakekat penyakit ini. Mari kita hadiri kajian-kajian yang membahas penyakit ini agar kita bisa mewaspadainya dan mendeteksi sedini mungkin. Sehingga dengan demikian, kita bisa bekerja membangun umat ini ke arah peradaban yang lebih baik. Karena sesungguhnya pada hari ini kita berada dalam kondisi yang sama sekali tidak menguntungkan, kondisi yang sangat terjajah baik secara kepribadian maupun pemikiran. Betapa banyak anak-anak yang kita didik dengan agama, akan tetapi diluar sana begitu banyak budaya yang menjajah otak dan dengan kepribadian anak-anak kita. Sehingga kepribadian, perilaku dan pemikiran mereka berubah menjauh dari islam. Dan ujung-ujungnya kita terjajah baik secara lahir maupun batin.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah mengingatkan bahwasanya umatnya akan mengikuti jejak-jejak umat sebelum mereka.

عنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Dari Abu Sa‘id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti jejak umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehingga kalau mereka masuk ke dalam lubang kadal, niscaya kalianpun akan masuk ke dalamnya.” Mereka (para sahabat) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah kaum Yahudi dan Nashrani?’ Sabda beliau: Siapa lagi kalau bukan mereka?! (HR. Bukhari dan Muslim)

Sulit bagi kita di tempat umum atau terbuka mengucapkan salam, karena kita merasa sulit membedakan siapakah yang muslim dan non muslim. Inilah kondisi umat hari ini. Kita semua harus bangkit untuk mencegah agar kebangkitan umat ini yang sedang maju tidak turun kembali. Bandul kebangkitan umat ini harus kita tegakkan kembali, kita panggul bersama. Tidak mungkin hanya para ustadz dan da’I saja yang memanggulnya. Karena tanpa itu, kita semua tidak bisa berbuat apa-apa. Dan kelak, kita semua berdiri dihadapan Allah untuk bertanggung jawab terhadap amalan masing-masing. Rasulullah telah mewariskan agama ini dan ini merupakan tanggung jawab terbesar bagi kita. Dan kitalah yang harus menjaga dan menegakkannya.

Semua tentu takut menghadapi kematian. Apalagi kita yakin bekal kita masih kurang untuk menghadapinya. Namun ada rasa takut akan kematian yang tercela dan ada pula yang tidak tercela. Yang tercela bila rasa takut tersebut didasari akan cinta yang berlebihan pada dunia sehingga melupakan akhirat.

Hadits “Suka Berjumpa dengan Allah”

Dalam hadits dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ ». فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ أَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ فَكُلُّنَا نَكْرَهُ الْمَوْتَ فَقَالَ « لَيْسَ كَذَلِكِ وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا بُشِّرَ بِرَحْمَةِ اللَّهِ وَرِضْوَانِهِ وَجَنَّتِهِ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ فَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا بُشِّرَ بِعَذَابِ اللَّهِ وَسَخَطِهِ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ وَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ »

Barangsiapa suka berjumpa dengan Allah, Allah juga mencintai perjumpaan dengannya. Sebaliknya barangsiapa membenci perjumpaan dengan Allah, Allah juga membenci perjumpaan dengannya.” Kontan ‘Aisyah berkata, “Apakah yang dimaksud benci akan kematian, wahai Nabi Allah? Tentu kami semua takut akan kematian.” Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- lantas bersabda, “Bukan begitu maksudnya. Namun maksud yang benar, seorang mukmin jika diberi kabar gembira dengan rahmat, keridhoan serta surga-Nya, ia suka bertemu Allah, maka Allah pun suka berjumpa dengan-Nya. Sedangkan orang kafir, jika diberi kabar dengan siksa dan murka Allah, ia pun khawatir berjumpa dengan Allah, lantas Allah pun tidak suka berjumpa dengan-Nya.” (HR. Muslim no. 2685).

Para ulama menggolongkan takut akan kematian menjadi dua macam:

1- Takut yang tidak tercela, yaitu takut mati yang sifatnya tabi’at yang setiap orang memilikinya.

2- Takut yang tercela, yaitu takut mati yang menunjukkan tanda lemahnya iman. Takut seperti ini muncul karena terlalu cinta pada dunia dan tertipu dengan gemerlapnya dunia sehingga banyak memuaskan diri dengan kelezatan dan kesenangan tersebut. Inilah yang disebutkan dalam hadits dengan penyakit wahn, yaitu cinta dunia dan takut mati.

Hadits tentang penyakit wahn,

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».

Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278, shahih kata Syaikh Al Albani. Lihat penjelasan hadits ini dalam ‘Aunul Ma’bud).

Cinta dunia dan takut mati di sini adalah dua hal yang saling melazimkan. Itu berarti jika seseorang tertipu dan terlalu cinta pada dunia, maka ia pun begitu khawatir pada kematian. Lihat pembahasan dalam ‘Aunul Ma’bud. Inilah yang membuat rasa takut terhadap kematian itu tercela.

Baca artikel “Sebab Lemahnya Kaum Muslimin“.

Mengingat Mati

Namun mengingat mati sebenarnya suatu yang dituntut pada setiap orang. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no. 2307 dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits ini hasan shahih menurut Syaikh Al Albani). Yang dimaksud adalah kematian. Kematian disebut haadzim (pemutus) karena ia menjadi pemutus kelezatan dunia.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).

Kita juga dapat mengambil pelajaran dari ayat,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk: 2). Dalam Tafsir Al Qurthubi disebutkan bahwa As Sudi berkata mengenai ayat ini, yang dimaksud orang yang paling baik amalnya adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang yang paling baik persiapannya menjelang kematian. Ia pun amat khawatir menghadapinya.

Faedah Mengingat Mati

1- Mengingat kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya saja seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan oleh suri tauladan kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2- Mengingat kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه

Ingatlah kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya, maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya).” (HR. Ad Dailami dalam musnad Al Firdaus. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)

3- Mengingat kematian menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah. Karena barangsiapa mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak padahal ia akan ditanya tentang amalnya didunia, maka ia pasti akan mempersiapkan jawaban.

4- Mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه

Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).

5- Mengingat kematian membuat kita tidak berlaku zholim. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ

Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.” (QS. Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang berlaku zholim dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka tahu bahwa besok ada hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu, tentu mereka tidak akan berbuat zholim seperti itu.

Lihat selengkapnya mengenai Faedah Mengingat Mati.

Nasehat Imam Ad Daqoq

Imam Qurthubi menyebutkan dalam At Tadzkiroh mengenai perkataan Ad Daqoq mengenai keutamaan seseorang yang banyak mengingat mati:

1- menyegerakan taubat

2- hati yang qona’ah (selalu merasa cukup)

3- semangat dalam ibadah

Sedangkan kebalikannya adalah orang yang melupakan kematian, maka ia terkena hukuman:

1- menunda-nunda taubat

2- tidak mau ridho dan merasa cukup terhadap apa yang Allah beri

3- bermalas-malasan dalam ibadah.

Semoga Allah menghindarkan kita dari penyakit cinta dunia dan takut mati.

 

يوشك أن تداعى عليكم الأمم من كل أفق كما تداعى الأكلة إلى قصعتها. قيل يا رسول الله أمن قلة يومئذ ؟ قال لا ولكنكم غثاء كغثاء السيل يجعل الوهن في قلوبكم و ينزع الرعب من قلوب عدوكم لحبكم الدنيا وكراهيتكم الموت). رواه أبو داود و احمد وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير 2/1359 ح 8183 و سلسلة الأحاديث الصحيحة ح 956.

Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud No. 3745)

Zaman terus bergulir menghampiri penghabisannya. Hadits-hadits nabi tentang datangnya akhir dari alam semesta semakin terpenuhi. Kita telah melihat bahwa ummat ini semakin mengikuti tingkah laku yahudi dan nashara.

Bukan hanya di mal-mal, bahkan di pasar-pasar tradisional, kita dapat melihat betapa ummat ini telah melangkah meninggalkan millah Islam dan terus saja mengikuti jejak yahudi dan nashara, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga ke lubang biawak pun mereka ikuti.

Ummat telah banyak yang melupakan Allah. Mereka terjebak dalam kenikmatan duniawi yang sementara. Mereka berbuat semaunya seolah surga dan neraka itu tak ada. Telah banyak diantara kita yang meninggalkan shalat fardhu sebagai tanda tak rindunya kita dengan Allah. Kalau pun kita shalat, kita shalat tanpa tahu ilmunya dengan baik dan benar. Kalau pun tahu ilmunya, hati dan fikirannya belum bisa benar dalam mendirikan sholat. Tetapi yang sangat perlu diperhatikan adalah mereka yang telah meninggalkan shalat fardhu. Apakah mereka tidak rindu untuk berjumpa dengan Allah?
Dari meninggalkan shalat itulah, ummat menjadi insan-insan yang mudah terjatuh kepada perbuatan keji dan mungkar. Narkoba dan minuman keras yang dulunya hanya diminum oleh orang-orang kafir, sekarang juga telah diminum oleh muslimin dengan penuh kebanggaan. Pembukaan aurat yang dulunya hanya dilakukan wanita-wanita kafir, kini juga dilakukan oleh muslimah dari yang muda hingga yang tua. Bahkan perzinahan di kalangan remaja pun menjangkiti para remaja muslim. Jika tahun baru dan valentine day tiba, hampir-hampir di muka bumi ini tidak tersisa lagi dari golongan Muhammad Rasulullah, kecuali sebagian kecil remaja yang meramaikan Masjid-Masjid dengan lafazh ‘Ya Allahu ya Allah’ untuk meredam musibah yang mungkin timbul akibat perbuatan sebagian besar ummat manusia yang terlena dalam kenikmatan duniawi di malam-malam tersebut.


Sebagian ummat Islam telah terjangkit dengan penyakit ‘hubbud dunya’, terlalu mencintai kehidupan duniawi. Mereka begitu bernafsu terhadap kehidupan dunia ini sehingga mereka lupa akan kematian, dan mereka tidak mau mengingat kematian, serta sangat takut terhadap mati. Mereka takut mati, selain karena amal mereka, juga lebih-lebih dikarenakan mereka tidak mau meninggalkan dunia yang sangat mereka cintai ini. Mereka mencintai dunia ini hingga malas beramal yang mendekatkan diri mereka kepada Allah. Mereka mencintai dunia ini hingga melupakan Allah, tidak merindukan-Nya, tidak pula mengharapkan pertemuan dengan-Nya. Kasihan, walau mereka sangat mencintai dunia ini, tetapi tetap saja, mereka pasti menemui kematian.

Jika mereka memang rindu untuk berjumpa dengan Allah, tentu mereka beramal shalih dengan penuh keikhlasan dengan mengharapkan keridhoan dari Allah. Tentu mereka berusaha untuk menyenangkan Allah dan melayani-Nya sebagaimana mestinya seorang hamba. Tetapi kebanyakan kita telah menjadi hamba dari nafsu kita sendiri dan terus melayani nafsu sebagai tuannya. Dan nafsunya begitu cinta terhadap kehidupan duniawi.

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)
Inilah potret generasi kita, dimana ummat semakin terjangkit penyakit Al-Wahn, yaitu cinta dunia dan takut mati.


Kemaksiatan, pada saat sekarang ini sudah menjadi pemandangan yang lazim di mana-mana. Lantas apakah kita akan berdiam diri melihat umat yang semakin hari semakin jauh dari tuntunan Allah dan Rasulnya? Saat ini Umat Islam diuji, sejauh mana mereka peduli kepada sesama manusia, terlebih kepada sesama Muslim, maka sejauh itu pula pertolongan Allah SWT akan datang kepadanya. Jika sebaliknya, maka umat Islam justru akan merasakan berbagai musibah dan bencana.

”Hendaklah kamu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jika tidak, maka Allah SWT akan menguasakan atasmu orang-orang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik di antara kamu berdoa dan tidak dikabulkan (doa mereka).” (HR Abu Dzar).
Inilah hakikat makna yang sesungguhnya dari pertalian persaudaraan sesama Muslim. Yakni, adanya rasa sedih bila melihat saudaranya belum mau menaati perintah Allah SWT, ada kerisauan yang mendalam akan kemurkaan Allah SWT kepada mereka.


”Tidaklah seseorang melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan ia berada dalam suatu kaum, namun kaum itu tidak mencegahnya walaupun mereka mampu, melainkan Allah SWT akan menimpakan bencana yang pedih ke atas kaum itu sebelum mereka mati.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).
Maka sudah jelas bagi kita, inilah sumber berbagai musibah, bencana, dan malapetaka yang berturut-turut datang silih berganti di negeri ini. Yaitu, kelalaian kita yang terus-menerus justru berkubang dalam sikap egois, membangun ketidakpedulian kepada saudara-saudara kita yang masih berani menentang perintah Allah SWT. Perhatikan perumpamaan Rasulullah saww berikut :


مَثَلُ القَائِمِ في حُدُودِ اللهِ وَالوَاقعِ فِيهَا ، كَمَثَلِ قَومٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصابَ بَعْضُهم أعْلاهَا ، وبعضُهم أَسْفلَهَا ، فكان الذي في أَسفلها إذا استَقَوْا من الماء مَرُّوا على مَنْ فَوقَهمْ ، فقالوا : لو أنا خَرَقْنا في نَصِيبِنَا خَرقا ولَمْ نُؤذِ مَنْ فَوقَنا ؟ فإن تَرَكُوهُمْ وما أَرَادوا هَلَكوا وهلكوا جَميعا ، وإنْ أخذُوا على أيديِهِمْ نَجَوْا ونَجَوْا جَميعا

“Perumpamaan orang yang teguh dalam menjalankan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya adalah seperti sekolompok orang yang sedang membagi tempat di dalam sebuah kapal, ada yang mendapatkan tempat di atas, dan ada yang memperoleh tempat di bawah. Sedang yang di bawah jika mereka membutuhkan air minum, maka mereka harus naik ke atas, maka mereka akan mengatakan: “Lebih baik kami melobangi tempat di bagian kami ini, supaya tidak mengganggu kawan-kawan kami di atas. Rasulullah shallallahu’alaihi wa alihi wasallam berkata, Maka jika mereka yang di atas membiarkan mereka, pasti binasalah semua orang yang ada di dalam perahu tersebut, namun apabila mereka mencegahnya semuanya akan selamat”

Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar diberi kekuatan untuk membedakan antara yang hak dan yang batil, yang ma’ruf dan yang mungkar, kemudian kita bersama-sama menegakkan yang ma’ruf dan memberantas segala bentuk kemungkaran dan kebatilan.

 

اَلْحَمْدُ ِللهِ اَّلذِي جَعَلَ الدُّنْيَا دَارَ اْلمَمَرِّ , وَاْلآخِرَةِ دَارَ اْلمَقَرِّ وَ الصَّلاَةُ وَ سَلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ الرَّابِطُ عَلَى بَطْنِهِ مِنْ شِدَّةِ اْلجُوْعِ اَلْحَجَرَ , وَ عَلىَ آلِهِ الأطْهَارَ وَ صَحْبِهِ الأخيار . اَمَّا بَعْدُ

semoga ALLAH melimpahkan rahmatNya, di antara penyakit hati yang juga membinasakan adalah mencintai dunia yang fana ini dengan sangat dan senantiasa mengejar pangkat dan kedudukan serta cenderung kepadanya.

ALLAH SWT mengancam orang-orang semacam itu dalam firmanNya,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ . أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang menginginkan kepada dunia dan perhiasannya, Kami akan berikan balasan secukup perbuatannya di dunia, dan mereka tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan di akhirat kelak melainkan balasan api neraka, dan disana tiada berguna segala apa yang mereka usahakan dan  sia-sialah apa yang mereka kerjakan dahulu.” (QS. Hud: 15-16)

Pengertian dunia adalah segala sesuatu yang ada di atas muka bumi ini yang membuat nafsu syahwat menjadi tertarik atau cenderung kepadanya.

ayat diatas jangan dipahami dengan pemahaman yang sempit dan jangan diartikan dilarang mencari harta. Mencari harta boleh-boleh saja karena orang hidup ini membutuhkan sarana, yaitu pangan dan papan. Itu adalah sarana hidup yang mesti kita penuhi. Tanpa harta semua itu tidak mungkin kita miliki. Yang dicela oleh agama adalah orang yang mencintainya, karena cinta itu membutakan.

Seorang laki-laki yang terlalu mencintai seorang wanita, apapun akan ia lakukan untuk mendapatkannya dan akan menerjang apa saja yang merintanginya. Demikian juga halnya dengan dunia. Dunia ini kalau boleh kita ibaratkan seperti wanita cantik yang bersolek dan berpakaian seksi di hadapan kita. Kalau saat itu kita tidak memiliki iman yang kuat, niscaya kita akan terjerumus di dalam dosa dan bahaya.

Dalam surat Al-Hadid 20, ALLAH SWT berfirman,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ

“Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan bermegah-megah antara sesama kalian, serta berlomba-lomba memperbanyak kekayaan dan anak-anak.” (QS. Al-Hadid: 20)

Dan ayat ini diakhiri oleh ALLAH dengan firmanNya,

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Dan kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan yang menipu daya.”

seorang anak bisa durhaka kepada ALLAH dan durhaka kepada orangtua, dikarenakan harta. Karena harta pula seseorang bisa bermusuhan dengan saudara kandungnya. Bahkan KKN, penindasan, perampokan, pembunuhan yang saat ini meresahkan bangsa kita , itu semua disebabkan oleh kecintaan kepada dunia. Rasulullah SAW bersabda,

حُبُّ الدُّنْيَا رَأسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ

“Mencintai dunia itu adalah puncak segala kecelakaan (kehancuran).”

ALLAH SWT berfirman dalam surat An-Nazi’at 37-39,

فَأَمَّا مَنْ طَغَى . وَءَاثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى

“Adapun orang-orang yang melanggar batas dan dia memilih kehidupan dunia itu, maka neraka jahimlah tempat tinggalnya.” (QS. An-Nazi’at: 37-39)

Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ أصْبَحَ هَمُّهُ الدُّنْيَا شَتَّتَ اللهُ عَلَيْهِ أمْرُ , وَ فَرَّقَ عَلَيْهِ ضَيْعَنُهُ , وَجَمَلَ فَقْرُهُ بَيْنَ عَيْنَيْه , وَ لَمْ يَأتِهِ مَنْ الدُّنْيَا إلاَّ مَا كُتِبَ لَهُ

“Siapa yang bangun di pagi hari, sedang pikirannya disibukkan oleh harta benda semata, niscaya ALLAH akan mengkocar-kacirkan urusannya, mengoyak-ngoyakkan cita-citanya, menampakkan kemiskinan di depan matanya, sedangkan dunia yang dikejarnya tidak akan datang melainkan apa yang telah ALLAH catatkan baginya.”

Saudaraku, sekali lagi kami sampaikan bahwa Islam tidak melarang kita mencari harta selama dalam pencariannya tidak membuat kita melanggar ketentuan-ketentuan ALLAH dan tidak menjauhkan kita dari sunnah Rasulullah. Rasul berpesan kepada umatnya,

“Berbuatlah untuk kehidupan duniamu seakan engkau hidup selamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan engkau mati esok.”

Semoga ALLAH melindungi kita. Amin…

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar